Ilustrasi (detikINET) |
Menurut Djatmiko Wardoyo, Direktur Marketing & Communication Erajaya, untuk saat ini sekitar 75-80% ponsel yang diambil oleh distributor dari prinsipal (kantor perwakilan vendor di Indonesia), transaksinya dilakukan dengan kurs rupiah.
"Mostly pakai rupiah karena kita beli di dalam negeri. Kalau pun dalam bentuk dolar, jumlahnya hanya sedikit, seperti produk Apple karena mereka kan gak punya kantor perwakilan di sini. Jadi kalau distributor dan reseller mau beli masih pakai dolar," jelasnya saat berbincang dengan detikINET.
Alhasil, lanjut Djatmiko, jika dilihat proporsi transaksi dari distributor ke prinsipal yang didominasi kurs rupiah maka dampak ke harga jual di pasaran dianggap tak akan terlalu terasa, meski dolar kini tengah lompat hampir di ambang Rp 13.900.
Meski demikian, harga ponsel di Indonesia bukan berarti aman dari lonjakan. Sebab, kembali lagi, ini tergantung dari prinsipal.
"Selama prinsipal tak mengubah harga jual ke distributor, memang harganya tak berubah. Tetapi kalau dari prinsipal ada perubahan harga, tentu ada penyesuaian harga yang juga dilakukan oleh distributor dan reseller," lanjut Djatmiko.
"Untuk saat ini harga untuk produk-produk eksisting tak berubah. Tetapi kalau produk baru yang baru saja diluncurkan, ya tidak tahu, karena kita kan belum tahu harga awalnya berapa," tutupnya.
Dalam kesempatan terpisah, Marketing Director IM Bussines Samsung Indonesia Vebbyna Kaunang mengakui bahwa fluktuasi dolar pasti berpengaruh terhadap harga retail ponsel. Namun Samsung sejauh ini masih tetap menjalankan strategi pasar yang telah ditetapkan.
"Terakhir sebelum saya jalan ke New York masih sesuai plan yang ada, belum ada perubahan besar-besaran. Tapi kalau misalkan saat kita balik minggu depan ada perubahan, dolarnya baru naik nih, saya belum tahu juga," kata Vebbyna, saat berbincang dengan detikINET di sela peluncuran Galaxy Note 5 dan S6 Edge+ di New York, Amerika Serikat.
Tag :
Gadget
0 Komentar untuk "Rupiah Kepepet, Harga Ponsel Meroket?"